Rabu, 19 Juni 2019

Take Home UAS Hukum dan Etika Bisnis


Nama               : Sarah Safira
NIM                 : 170321100076
Mata kuliah    : Hukum dan Etika Bisnis.

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP

Kasus 2
Hukum Pasar Modal adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara investor (yang memiliki dana) dengan Emiten atau Perusahaan Publik (yang membutuhkan dana) melalui Bursa Efek sebagai media tempat bertemu. Hukum Pasar Modal diatur oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU-PM) (yang didalamnya terdiri atas 18 BAB dan 116 pasal). Prinsip keterbukaan/transparansi dalam Hukum Pasar Modal yaitu pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perushaan Publik, dan Pihak lain yang patuh pada UUPM untuk memberikan informasi kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efek yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut (Pasal 1 angka 25 UUPM).

Salah satu bentuk penerapan prinsip tersebut adalah dengan adanya kewajiban bagi Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen untuk dapat secara sah melakukan transaksi. Ketentuan terkait kewajiban ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Jadi apabila Komisaris utama PT Sarijaya Permana Sekuritas, Herman Ramli, terbukti melakukan transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan tanpa adanya persetujuan dari nasabah dan membuat perusahaan berada dalam kerugian.

Penyelesaian permasalah ini para nasabah bisa melakukannya lewat Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). BAPMI sendiri akan menjadi pihak penengah atau mediator dalam menyelesaikan masalah. Sengketa yang diselesaikan lewat BAPMI bisa selesai jauh lebih cepat dibanding pengadilan. Hal tersebut lantaran proses mediasi bisa hanya diselesaikan dalam hitungan jam saja. Jika kedua belah pihak mendapatkan kesepakatan yang sesuai, maka permasalahan dapat diatasi dengan baik.

Kasus 3
Terkadang iklan dengan barang yang asli tidak selalu sama, jika di dalam iklan barang tersebut terlihat begitu menarik tetapi saat dibeli ada beberapa barang yang tidak sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Oleh karena itu pada tahun 1999 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Janus, Hukum Perlindungan Konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, serta cara-cara untuk mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban tersebut.
Hukum Perlindungan Konsumen mencakup beberapa aspek salah satunya, perlindungan terhadap kemungkinan diserahkannya kepada konsumen barang dan atau jawa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggal ketentuan undang-undang. Maka tindakan Milla dirasa cukup bijak dengan melaporkan kasus tersebut terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan akhirnya memenangkan gugatannya. Sehingga PT Nissan Motor Indonesia diminta membatalkan transaksi dan mengembalikan uang pembelian kepada Milla.

Kasus 5
Menurut saya, kedua perusahaan tersebut seharusnya tidak melakukan wanprestasi. Meskipun PT Sariwangi A.E.A telah mengalami kepailitan dan tidak mampu membayar hutang tersebut, bukan berarti perusahaan tersebut lepas tangan dengan masalah yang ada. Apabila kedua perusahaan tidak membayarkan hutang hingga waktu yang sudah disepakati, pemerintah harus bertindak tegas untuk mengurus kasus tersebut.

Di Indonesia peraturan mengenai kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau lebih dikenal dengan Undang- Undang Kepailitan (UUK). Dalam undang-undang tersebut kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Jika perusahaan tidak membayarkan hutangnya, maka ada kemungkinan kejaksaan akan menyita aset dari dua perusahaan tersebut. Guna membayarkan hutang yang sudah menumpuk.

Senin, 17 Juni 2019

Permasalahan Sukuk Ritel

Sukuk Ritel adalah produk Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) yang diterbitkan pemerintah Republik Indonesia (dalam hal ini Kementerian Keuangan) dan dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual di Pasar Perdana dalam negeri. Pemerintah akan memilih agen penjual dan konsultan hukum sukuk ritel. Agen penjual wajib memiliki komitmen terhadap pemerintah dalam pengembangan pasar sukuk dan berpengalaman dalam menjual produk keuangan syariah, sementara calon konsultan hukum terbuka untuk Konsultan Hukum, dengan syarat memiliki partner yang telah terdaftar sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal di Bapepam-LK dan berpengalaman dalam penerbitan sukuk atau  obligasi syariah.

Dikutip dari liputan6, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turut memanfaatkan pendanaan infrastruktur Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara untuk pemeliharaan jalan dan jembatan pada 2018 sebesar Rp 8,35 triliun. Salah satu proyek yang didanai melalui Sukuk Negara yakni Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera di Provinsi Riau. Para penyedia jasa terus berkoordinasi dengan BBPJN II Medan selaku pengguna jasa agar penyelesaian pekerjaan dapat tepat waktu dan tepat mutu.

Sementara itu, Kepala BBPJN II Paul Ames Halomoan mengatakan, kontrak yang ditandatangani adalah kontrak tahun jamak (multiyears contract) 2018-2019. Adapun delapan kontrak konstruksi yang ditandatangani oleh kontraktor atau pihak swasta nasional salah satunya yakni Preservasi Rehabilitasi Jalan Batas Provinsi Sumut-Bagan Batu-Simpang Balam-Simpang Batam yang dikerjakan oleh PT Bangun Mitra Abadi dengan nilai Rp 138,75 miliar.

Preservasi Rekonstruksi Jalan Sp Lago–Sp Buatan–Sp Siak Sri Indrapura–Mengkapan/Buton oleh PT Mutu Utama Konstruksi dengan nilai kontrak Rp 148 miliar, dan Preservasi dan Pelebaran Jalan Simpang Lago–Sorek I oleh PT Trifa Abadi–PT Cemerlang Samudra Kontrindo (KSO) senilai Rp 103,96 miliar.

Selanjutnya, Preservasi dan Pelebaran Jalan Sorek I–Bts Kabupaten Indragiru Hulu–Simpang Japura–Pematang Reba dengan kontraktor PT Istaka Karya–PT Hasrat Tata Jaya–PT Semangat senilai Rp 150 miliar, dan Preservasi Rehabilitasi Pematang Reba–Rengat–Siberida–Batas Jambi oleh PT Mekar Abadi Mandiri–PT Inti Indokomp (KSO) dengan nilai kontrak Rp 104,94 miliar.

Mengenal HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)

Hak Atas Kekayaan Intelektual atau yang kerap disingkat HAKI adalah perlindungan hukum yang diberikan sebuah negara tertentu kepada seseorang atau sekelompok individu yang telah menuangkan gagasannya dalam wujud sebuah karya. Di dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Adapun karya yang dilindungi adalah dalam bentuk benda tak berwujud seperti hak cipta, paten, dan merek dagang dan benda yang berwujud berupa informasi, teknologi, sastra, seni, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

HAKI dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Cipta sendiri adalah sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang undangan. Kemudian, Hak Kekayaan Industri dibagi empat kategori, yakni Hak Paten, Hak Merek, Hak Produk Industri, dan Rahasia Dagang.

Hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta , paten , merek , perlindungan varietas tanaman (PVT) , rahasia dagang , desain industri , dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya alokasi dana untuk kegiatan diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka maupun untuk masyarakat luas.

Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal . Apalagi potret intellectual property rights di negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan praktek penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas.  

Hak Cipta juga merupakan bagian dari kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Film merupakan salah satu hasil karya seni yang tentunya memiliki Hak cipta berdasarkan atas UU yang berlaku di Indonesia sebagaimana hukuman yang masih rendah bagi koruptor . Dari berbagai jenis film yang beredar ternyata ada beberapa film yang kedapatan dinyatakan pelanggara hak cipta (Copyright) sebagaimana contoh pelanggaran demokrasi . 


pembajakan film yang dilakukan melalui unduh ilegal dan DVD bajakan, industri perfilman Indonesia mengalami kerugian hingga Rp 1,495 triliun per tahun. Total kerugian tersebut minimal terjadi di empat kota, yakni Jakarta, Medan, Bogor, dan Deli Serdang berdasarkan hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).

Pembajakan film sendiri merupakan sebuah tindakan memperbanyak  dan menyebarluaskan sebuah film tanpa izin dari pembuat film. Terlebih lagi rata rata video bajakan dijual dengan harga yang relatif murah. 

Minggu, 12 Mei 2019

Alasan Jamu Nyonya Meneer Pailit

Pabrik jamu yang sudah berdiri sejak tahun 1919 kini dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negeri Semarang pada Agustus 2017 lalu. 

Dikutip dari laman liputan 6, menurut Juru bicara Pengadilan Negeri Semarang M Sainal menjelaskan, alasan Nyonya Meneer pailit karena adanya gugatan yang diajukan oleh kreditor asal Kabupaten Sukoharji bernama Hendrianto Bambang Santotso. Gugatan tersebut beriisikan permohonan bahwa Nyonya Meneer tidak dapat memenuhi kesanggupan untuk membayar hutang sebesar Rp 7,04 miliar.

Keputusan pailit tersebut dijatuhkan pada tanggal 3 Agustus 2017 yang dipimpin oleh Hakim Ketua Nani Indrawati. 

Selain terlilit hutang, pabrik jamu Nyonya Meneer juga dianggap tidak dapat bersaing dengan produk lainnya. Alasan tersebut dikemukakan karena Nyonya Meneer tidak mampu bersaing di era digital saat ini. Di era yang sekarang sudah serba teknologi ini, Nyonya Meneer kesulitan untuk ikut bersaing. Tidak hanya dibutuhkan branding saja tetapi juga peningkatan kualitas produk maupun kemasan. 

Adapun selain dua alasan diatas, ada juga yang menyebutkan jika alasan pabrik jamu Nyonya Meneer pailit karena ada permasalahan dalam manajemennya, sehingga menyebabkan kebangkrutan. 

Menurut Presiden Direktur PT Nyonya Meneer Charles Saerang mengungkapkan keterpurukan industri jamu Nyonya Meneer sendiri karena mulai marahnya jamu berbahan kimi yang beredar dipasaran. Sejak maraknya jamu berbahan kimia, banyak distributor yang takut karena hal tersebut dapat merusak cintra jamu tradisional itu sendiri. 

Menanggapi alasan bangkrutnya perusahaan yang sudah berdiri selama 98 tahun ini membuat sang pewaris perusahaan kecewa. Menurutnya perusahaan ini mulai memiliki masalah pada beberapa tahun sebelumnya. 

" Perusahaan itu ada waktunya susah, ada waktunya bahagia. Tidak ada perusahaan yang tidak memiliki hutang," ujar beliau.

Senin, 29 April 2019

Mengenal Pajak Secara Singkat


Di Indonesia wajib pajak sudah diterapkan sejak lama. Pemerintah memberikan kewenangan bagi pembayar pajak untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri. Hal tersebut terjadi karena sistem perpajakan di Indonesia menganut Self Assesment yang berarti wajib pajak sudah diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri, melapor sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terutang yang harus dibayarkan. Pajak sendiri adalah kontribusi wajib dari rakyat kepada negara yang terutang, baik sebagai pribadi atau badan usaha yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan utnuk keperluan negara yang diharapkan dapat mampu memakmurkan masyarakat.

Saat ini Pemerintah tengah mencari solusi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Karena masih sedikit masyarakat yang mau membayar pajak secara mandiri meskipun telah diberikan kewenangan tersebut. Menurut Menkeu Sri Mulyani pada Selasa (18/7/2017), “Pertama adalah melaksanakan reformasi pajak secara konsisten dan berkelanjutan, lalu meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam bentuk kemudahan pelaporan, pembayaran, dan kemudahan akses informasi perpajakan.”

Selain itu pemerintah juga mengklaim akan meningkatkan efektivitas penyuluhan dan hubungan masyarakt dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Adapun langkah kelima yaitu meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan wajib pajak, selanjutnya pemerintah akan berupaya meningkatkan kapasitas Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang meliputi penggunaan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan anggaran secara maksimal.

Tidak hanya berupaya untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak bagi masyarakat, pemerintah juga telah menetapkan amnesti pajak yang sebagaimana telah diatur dalam UU Pengampunan Pajak. Amnesti pajak sendiri adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dibidang perpajakan, memalui cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan. Adapun manfaat amnesti pajak bagi masyarakat yaitu menghapus pajak terutang, bebas pelaporan, penghapusan sanksi administrasi, pembebasan PPh, mudah mendapatkan akses layanan perbanka.

Selain itu ada pihak-pihak yang dapat memanfaatkan kebijakan amnesti pajak antara lain wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, wajib pajak yang bergerak dibidang UMKM dan orang pribadi atau badan yang belum menjadi wajib pajak. Tidak hanya pihak yang dapat memanfaatkan amnesti pajak, ada beberapa pihak yang tidak boleh mengikuti kebijkana tersebut adalah wajib pajak yang sedang a) dilakukan penyidikan dan berkas penyidikanya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, b) dalam proses peradilan dan c) menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Minggu, 17 Februari 2019

Anti Monopoli dan Perdagangan Tidak Bebas

REVIEW JURNAL 
HUKUM DAN ETIKA BISNIS BAB 10 
ANTI MONOPOLI DAN PERDAGANGAN TIDAK SEHAT 









Kelompok 10: 
Akhmad Zaynuri A. 170321100022
Siti Nurjannah         170321100050
Sarah Safira 170321100076
Moh. Sohibul Islam 170321100080



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2018



JURNAL 1:
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM ( Azhari Akmal Taringan, Universitas Islam Negeri Sumatera Barat)
JURNAL 2:
EFEKTIFITAS  KOMISI  PENGAWAS  PERSAINGAN  USAHA (KPPU) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KASUS PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ( Rezmia Febrina, Universitas Lancang Kuning)

Pendahuluan
Indonesia ingin mencapai modernisasi politik dan ekonomi serta melindungi rakyat dari penderitaan yang timbul sebagai akibat dari kehidupan industrialisasi dalam waktu bersamaan. Salah satu produk Undang-undang yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Undang-undang ini memberi kesempatan yang sama kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengembangkan potensi ekonominya.Larangan peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah peraktek-peraktek bisnis yang harusdihindari karena dampak yang ditimbulkannya cukup berat seperti ketidakefesienan pasar, distorsi pasar, yang pada akhirnya akan menimbulkan kemudharatan tidak saja bagi konsumen, tetapi juga bagi produsen terutama kelas menengah dan kecil. Pada gilirannya, negara juga akan dirugikan karena tidak didukung oleh fondasi ekonomi yang kukuh. Kedudukan KPPU dalam menjalankan fungsi kewenangannya menjadi hal yang sangat penting untuk dibicarakan. Mengingat Undang-Undang No 5 Tahun 1999 telah memberikan KPPU kewenangan yang sangat besar menyerupai kewenangan Lembaga Peradilan (quasi judicial). Kewenangan komisi yang menyerupai lembaga yudikatif adalah kewenangan komisi melakukan fungsi penyelidikan, memeriksa, memutuskan dan akhirnya menjatuhkan hukuman administratif atas perkara yang diputusnya. Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga Independen yang dibentuk oleh pemerintah untuk penyelesaian kasus praktek persaingan usaha sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1999, hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dengan banyaknya kasus mengenai persaingan usaha menuntut KPPU yang memiliki tugas dan wewenang bekerja keras menyelesaikan kasus persiangan usaha tersebut.

Metode Penelitian
Jurnal 1
Jurnal penelitian ini bersifat perspektif yang artinya suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan solusi pemecahan permasalahan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statuta approach). Penelitian ini berjenis Penelitian Yuridhis Normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan atau kaidah-kaidah dalam hukum positif. Penelitian besifat Deskriptif Analisis yaitu merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta dan untuk menentukan frekuensi sesuatu terjadi.
Jurnal 2
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu suatu studi dokumenter yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang disebut juga penelitian hukum kepustakaan.4 Penelitian ini akan memfokuskan pada taraf sinkronisasi hukum secara horizontal. Di dalam penelitian terhadap taraf sinkronisasi, maka yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum positif tertulis yang ada serasi.

Hasil dan Pembahasan
Larangan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Bagi dunia usaha persaingan harus dipandang sebagai hal positif. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam teori ekonomi, persaingan yang sempurna (perfect competition) adalah suatu kondisi pasar (market)yang ideal. Paling tidak ada empat asumsi yang melandasi agar terjadi persaingan yang sempurna pada suatu pasar tertentu, yaitu pertama produsen tidak dapat menentukan secara sepihak harga untuk produk atau jasa, kedua barang yang dihasilkan oleh produsen benar-benar sama (product homogeneity), ketiga produsen memiliki kebebasan untuk masuk maupun keluar dari pasar, dan yang terakhir konsumen dan produsen memiliki informasi yang sempurna tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pasar.
Namun dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak pernah ditemukan suatu pasar dimana terdapat persaingan sempurna. Didalam persaingan tidak sempurna yang ditemui terdapat praktek-praktek monopolistic dan oligopoly. Di dalam Undang- undang No 5/1999, Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan bahwa “persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau usaha pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.” Pada bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa monopoli adalah “penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” Sedangkan pada ayat 2 dijelaskan bahwa praktek monopoli adalah, “pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertntu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Bisa dipahami mengapa persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli dilarang karena dapat menimbulkan distorsi pasar.Pasar menjadi tidak seimbang dan pada gilirannya harga-harga tidak lagi dikendalikan oleh hukum pasar, melainkan ditentukan oleh sekelompok orang yang menguasai kekuatan pasar.Akibat lebih jauh, yang merasakan dampaknya adalah masyarakat atau konsumen. Demikian buruknya akibat yang ditimbulkan oleh praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini, maka undnag-undang ini dilahirkan.

Macam-macam Larangan Monopoli
Secara substansial, ada tiga bentuk larangan di dalam UU No 5 Tahun 1999, yaitu; a)  perjanjian yang dilarang sebagaimana yang terdapat di dalam Bab III dari pasal 4 sampai pasal 16. b). Kegiatan yang dilarang terdapat pada Bab IV yang rinciannya dimuat dari pasal 17 sampai pasal 24. c). Yang terakhir larangan yang berkaitan dengan posisi dominan terdapat di dalam bab V dari pasal 25 sampai pasal 29. Dalam UU N0 5/1999 pasal 1 angka 17 dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis ataupun tidak tertulis. Adapaun perjanjian yang dilarang untuk dilakukan adalah perjanjian yang bertujuan untuk a) melakukan praktek oligopoly b) menetapkan harga (price fixing), c.) membagi wilayah (market allocation),d) pemboikotan (boycott),e) kartel (cartel),f) trust, g) oligopsoni, h) integrasi vertical (vertical integration),I) perjanjian tertutup (exlusive dealings)dan j) perjanjian dengan pihak luar negeri.
Sedangkan kegiatan yang dilarang adalah kegiatanyang dilakukan oleh pelaku usaha seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan (collusive tendering). Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang dilarang paling tidak ada dua pihak pelaku usaha, karena suatu perjanjian menghendaki sedikitnya dua subjek hukum.Sementara dalam kegiatan yang dilarang tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku usaha.
KPPU dan penegakan hukum persaingan di Indonesia
KPPU adalah lembaga Quasi Judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha. Tujuan pembentukkan KPPU inilah adalah untuk mengawasi pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat demi terwujudnya perekonomian yang kondusif dan kompetitif yang menjamin adanya kesempatan berusaha. Selanjtnya, tugas KPPU telah diatur secara terperinci dalam Pasal 35  UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang kemudian diulangi dalam pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999, sedangkan kewenangan KPPU telah diatur dalam Pasal 36 UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Pada pasal 35 huruf e UU No 5 Tahun 1999 tengan Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangna usaha tidak sehat hanya membatasi tugas komisi untuk memberikan saran atau rekomendasi dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan persiangan usaha tidak sehat. Ketentuan ini hendaknya dapat diperluas juga untuk menjangkau pelaku usaha sebelum melakukan tindakan usaha ayau transaksi tertentu. Dalam hal ini pelaku usaha dapat meminta KPPU untuk melakukan evaluasi atas memberikan saran (rekomendasi)kepada pelaku usaha apabila ada halhal yang tida sesuai dengan prinsip persaingan usaha. Hal ini berguna sebagai tindakn preventatif sekaligus meminimalisir perkara yang akan masuk ke KPPU.
Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Upaya Penyelesaian Kasus Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
d. menyimpulkan e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga dijelaskan tentang wewenang KPPU antara lain:
a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undangundang ini;
i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Suatu putusan KPPU dianggap telah mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila:
a. Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU dalam tenggang waktu yang telah dirtentukan (Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Antimonopoli.
b. Alasan-alasan keberatan terhadap Putusan KPPU di tolak oleh Pengadilan Negeri dan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pelaku usaha ( terlapor) tidak mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Antimonopoli.
c. Alasan-alasan kasasi yang diajukan pelaku usaha (terlapor) di tolak oleh mahkamah Agung.
Jadi apabila pelaku usaha (terlapor) tidak mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU dala jangka waktu yang ditentukan, maka pelaku usaha (terlapor) dianggap mennerima putusan KPPU dan putusan KPPU dimaksud telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Contoh – Contoh Kasus
Dalam peraktek perdagangan di Indonesia paling tidak sampai tahun 1998, banyak bidang usaha yang disinyalir melakukan peraktek monopoli, misalnya tata niaga cengkeh, tata niaga gula, pengadaan tepung terigu dan sejumlah komuditas lainnya seperti semen, di mana Asosiasi Semen Indonesia sering dituduh sebagai kartel. Contoh yang paling konkrit adalah monopoli yang dilakukan kelompok Salim dalam perdagangan mi instant, yakni dengan cara memberikan bermacam-macam merek pada mi instant agar tidak terlihat telah melakukan praktek monopoli. Sedangkan bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat di dalam keputusan KPPU. Salah satu bentuknya adalah apa yang disebut dengan persekongkolan dalam tender (bid rigging) sebagaimana terdapat di dalam keputusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 tentang pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor.

Contoh persaingan usaha tidak sehat lainnya adalah predatory pricing (menjual rugi) yang maksudnya adalah ketika sebuah perusahaan yang memiliki posisi dominan atau kemapuan keuangan yang kuat (deep pocket) mejual produknya di bawah harga produksi dengan tujuan untuk memaksa pesaingnya keluar dari pasar. Kemudian perusahaan akan menaikkan harga kembali diatas harga pasar dan berupaya untuk menutup kerugian dengan mendapatkan hasil dari harga monopoli. menjual rugi baru dipandang sebagai satu bentuk persaingan usaha tidak sehat jika ada dua syarat. Pertama, menjual dengan harga dibawah produksi untuk mengusir pesaing dari pasar. Kedua, kemudian menaikkan harga menjadi harga monopoli untuk mendapatkan keuntungan kembali atau menutup kerugiannya.

Kesimpulan
Peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat baik dalam perspektif Hukum Ekonomi sebagaimana yang terdapat di dalam UU No 5/1999 dan Hukum Islam adalah aktivitas bisnis yang dilarang. Dalam teori-teori ekonomi dijelaskan bahwa pasar memiliki hukumnya tersendiri. Maka dari itu pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam persoalan pasar seperti menetapkan harga dengan sepihak, memberikan hak istimewa bagi individu atau perusahaan tertentu. Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terdapat pada UU No 5 Tahun 1999, dampak yang ditimbulkan dari praktek monopoli cukup berat sehingga dapat merusak keseimbangan dalam pasar. Selain itu praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sangat bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan menyebabkan aktivitas bisnis yang dimaksudkan tidak dapat terwujud dengan baik.
Efektifitas Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga Independen yang dibentuk oleh pemerintah untuk penyelesaian kasus praktek persaingan usaha sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1999, hal ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan banyaknya kasus mengenai persaingan usaha menuntut KPPU yang memiliki tugas dan wewenang bekerja keras menyelesaikan kasus persiangan usaha tersebut.

Analisis Iklan yang Ada di Masyarakat

Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pengenalan k...