Selasa, 02 Januari 2018

Matryoshka I

Angin musim gugur yang dingin mulai menyapa, menandakan sebentar lagi akan memasuki bulan Agustus dimana musim dingin telah menanti. Jalanan kota mulai licin dan telah memakan beberapa korban dalam kecelakaan. Masyarakat kota Seoul mulai mengenakan pakaian hangat saat berada diluar rumah. Tidak jarang dari mereka malas bepergian karena hawa dingin. Daun pohon mapple berguguran terbang tertiup angin musim dingin.

Seorang pemuda tampak berjalan terburu-buru melintasi jalanan yang mulai ramai, sesekali dia melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Pemuda itu berjalan menuju salah satu apartmen yang terletak di kawasan Gwanghamun. Apartemen yang menjulang tinggi diantara bangunan toko disekitarnya tampak megah, dengan warna cat perpaduan antara emas dan coklat. Tempat itu memang salah satu kawasan elit didaerah Gwanhamun, para pemiliknya rata-rata orang kelas menengah keatas.

Sang pemuda itu masuk kedalam lift dan segera memencet tombol lantai 15. Tidak butuh waktu lama bunyi ting pintu lift yang telah terbuka dan pemuda berambut coklat itu segera melesat keluar dari lift. Dia berlari menuju salah satu kamar dimana seseorang telah meninggunya dibalik pintu. Dengan nafas tersengal, dia menekan beberapa password dan membuka pintu bertuliskan room 412 . Saat dia membuka pintu tampaklah seorang wanita dengan setelah merah marun dan jas putih seorang dokter.

“Yaa Myungsoo. Kau tau sudah berapa lama aku menunggumu hah?!” wanita itu menyilangkan kedua tangannya didepan dada dan menatap sinis kearah pemuda yang dipanggilnya Myungsoo itu.

Pemuda bernama Kim Myungsoo itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan memberikan senyum mautnya. “Hehehe mianhae noona. Tadi aku sedang bersama beberapa sunbae ku yang cantik, jadi maafkan aku ya.”

Kim Minjin, nama wanita cantik yang berdiri didepan Myungsoo itu. Rambut hitam bergelombang sepanjang bahu, mata coklat yang memancarkan keberanian dan kebebasan serta bibir tipis cerrynya. Banyak sekali agensi yang menawarinya kotrak sebagai model atau pemain drama namun semua itu dia tolak.

Alasannya menolak semua itu karena dia sudah tergila-gila dengan profesinya yang sekarang. Dokter. Minjin memang sangat ingin menjadi dokter namun bukan pada umumnya. Dari sekian banyak dokter, Minjin memilih menjadi dokter forensik yang setiap hari bertemu dengan para mayat di rumah sakit. Memang bukan hal yang salah tapi bagi beberapa orang pekerjaannya itu sangat disayangkan karena bagi wanita secantik itu harus berurusan dengan mayat yang terkadang anggota tubuhnya sudah tidak lengkap atau hancur.

Mau bagaimana lagi, justru pekerjaan itu yang membuatnya tergila-gila. Bahkan kedua orang tuanya pun sangat menyayangkan pekerjaan yang dipilih anak tertuanya itu, dari sekian banyak pekerjaan yang layak mengapa Minjin malah memilih menjadi dokter forensik yang identik dengan laki-laki dan terutama mayat.

Entah mengapa hanya Myungsoo yang mengerti dan mendukung noonanya itu. Myungsoo sendiri lumayan tertarik dengan dunia medis tapi dia lebih senang menghabiskan waktunya di galeri seni miliknya. Berjam-jam berdua hanya dengan kanfas, kuas dan cat dalam studionya. Myungsoo sangat tertarik dengan seni melebihi rasa ketertarikannya dengan dunia medis. Dia hanya senang melihat dari balik meja saat noonanya membelah kucing liar dengan pisau dapur milik eomma, mengeluarkan semua organ dalamnya dan menelitinya. Terkadang Myungsoo membantu Minjin membersihkan semua kekacauan yang noonanya perbuat. Bahkan jika sedang bosan hanya melihat noonanya beraksi seperti Vicktor Frankenstein si ilmuan gila, Myungsoo akan mengambil kertas dan pensil lalu menggambar apapun yang dilihatnya.

Kedua kakak beradik ini memang memiliki sifat yang sedikit berbeda dari manusia normal pada umumnya. Batas normal bagi mereka adalah dengan tidak membunuh manusia lainnya kecuali manusia itu yang menginginkannya, entah prinsip dari mana tapi kenyataannya itulah yang selama ini terjadi.

Myungsoo menatap sekeliling dan baru menyadari saat ruang tamu noonanya tampak berantakan, meskipun didalam terlihat gelap namun Myungsoo yakin noonanya telah membuat kekacauan lagi. Dia menatap noonanya dengan malas, “Noona, apa yang telah kau lakukan huh?”.

“Yaa aku tidak sengaja “ Minjin menunduk, memainkan ujung jarinya “hanya sedikit melukainya, sedikit mungkin”.

Dengan cepat Myungsoo masuk kedalam, mengamati seberapa buruk kekacauan yang dilakukan kakak tersayangnya itu. Dia sedikit terkejut saat tidak sengaja kakinya menginjak sesuatu yang tampak kenyal. Myungsoo merogoh kantongnya mengeluarkan handphone dan menyalakan flashnya lalu mengarahkan kebawah membantunya untuk melihat apa yang sudah ia injak tadi. Dengan muka masam dia menatap noonanya lagi, “Ini yang kau bilang sedikit melukai? “ dia kembali mengarahkan flashnya kesekitar sofa dan betapa terkejutnya dia saat melihat seonggok mayat manusia yang hanya menyisahkan bagian pinggang hingga kakinya saja. “Kemana bagian atasnya?”

Dengan suara rendah Minjin menjawab, “Sisanya ada di dalam bathup dan eum bagian kepalanya tidak sengaja tercebur kedalam... toilet”.

“APA!!” Myungsoo tidak sengaja berteriak saat mendengar noonanya berbicara, “kau sengaja memasukkannya kedalam sana? Sebenarnya apa yang sedang Noona lakukan dengan lelaki ini.”

“Aku hanya sedikit bermain, tapi dia yang salah. Dia terus saja menggangguku setiap aku pulang dari sift malam. Dia terus saja merecokiku untuk tidur bersamanya dan yah akhirnya aku mengajaknya kemari dan sedikit bermain dengannya.”

Myungsoo hanya memandangi noonanya dengan tatapan takjub, dia heran mengapa bisa mempunyai seorang noona seperti Minjin. Dari luar Minjin memang tampak seperti wanita karir pada umumnya, tetapi saat kau mengganggu ketenangannya dia akan berubah menjadi ular dan akan mempermainkan mangsanya sebelum dia bunuh.

Myungsoo berjalan kearah kamar mandi yang tampak lebih bercahaya daripada suasana diruang tamu tadi. Kesan pertamanya saat melihat isi bathup adalah ini maha karya yang sangat indah yah setidaknya untuk seorang Kim Myungsoo tontonan didepannya adalah sebuah maha karya. Dalam bathup indah itu mengambang beberapa organ tubuh dan oh mungkin itu jari tangan.

Dia merendahkan tubuhnya dan melihat kedalam air yang sudah berubah warna semerah darah itu. Dia mengamati sebentar dan menemukan sesuatu yang ganjil “Dimana hatinya?”

“Uh-oh mungkin saat kau berjalan diruang tamu tanpa sengaja menginjak sesuatu yang lembek, disana hatinya berada. Aku tidak sengaja menjatuhkannya disana saat...”

“Kau membuatnya menjadi mainan lagi? Hati itu?”

“Tidak! Kali ini aku berpikir untuk mendonorkannya, tapi tidak jadi saat kulihat gumpalan hitam disana. Huh sayang sekali dia perokok aktif.”

Kali ini Myungsoo benar-benar heran dengan noonanya ini, tidak biasanya dia repot-repot mengamati hati seseorang yang telah menjadi mainannya dan berpikir untuk mendonorkannya. Entahlah mungkin Minjin noona sudah memiliki sedikit rasa bersalah, batinnya.

“Lalu sekarang bagaimana?” Myungsoo menataap Minjin yang sedang sibuk menggigiti kuku jarinya, kebiasaannya saat sedang berpikir.

“Aku akan buang kepala dan organ tubuhnya mungkin bisa kugunakan untuk eksperimen, sisanya terserah padamu.” Minjin menatap Myungsoo tanpa dosa.

“Kau benar-benar hanya ingin mudahnya saja ckckck.”

“Yaa kau kan adikku jadi harus kau yang menyelesaikan tugas akhirnya. Hei kenapa tidak buat maha karya yang indah saja.”

Myungsoo tampak berpikir sejenak dan mengamati sekitar, mencari bagian tubuh mana yang masih bisa digunakan dan menjadikannya sebuah karya seni. “Hmm aku memikirkan sesuatu..” Myungsoo menatap Minjin sebentar, “noona, dimana dia tinggal?”

“Coba kuingat hhm Hong Jae Soo, mahasiswa magang kurang ajar yang tinggal disekitar sini. Oh aku ingat dia juga tinggal di apartemen ini lantai 7 kamar 211. Huh pantas saja dia selalu mengikutiku ternyata dia cukup mampu juga untuk menyewa apartemen disini.”

Minjin menatap jijik kearah kepala yang mengambang tidak sempurna di dalam toiletnya. Baru kali ini dia merasa jijik dengan mainannya sendiri.

“Sudahlah noona, berhenti mengomel dan cepat panggil layanan kamar. Aku membutuhkannya sebagai penyamaran untuk membuat mahakarya ku.” Myungsoo mulai memunguti organ-organ lelaki malang yang mejadi mainan noonanya itu.

Dengan menggunakan sarung tangan latex – untuk menghindari adanya sidik jari dan berbagai kemungkinan terburuk – dia memasukkan semuanya kedalam kantung plastik hitam. Memberikan sedikit pewangi untuk menyamarkan bau amis darah. Tidak lupa membersihkan tempat kejadian perkara dengan cepat. Tak berapa lama bel pintu kamar Minjin berbunyi disusul dengan suara lelaki dengan sedikit berteriak, “Permisi, layanan kamar.”

Minjin yang sudah siap dengan obat bius ditangannya segera membuka pintu, dia sengaja memberikan sedikit penerangan agar TKP yang belum benar-benar bersih itu tidak di ketahui oleh pelayan laki-laki itu.

“Oh syukurlah kau cepat datang lampu di ruang tv tiba-tiba mati dan tadi aku juga mendengar sesuatu yang mengerikan di balkon.”

“Baik nyonya, saya akan mengganti lampunya dan memeriksa balkon apakah ada sesuatu disana.”

“Aku akan berterima kasih sekali.” Minjin tersenyum misterius dan mengajak pelayan itu masuk. Baru beberapa langkah Minjin sudah memulai aksinya, membekap mulut pelayan laki-laki tak berdoa itu dan sedikit memukul lehernya. Jangan salah Minjin bukan hanya dokter gila saja, dia menguasai taekwondo dan sudah mendapat sabuk hitam.

Myungsoo yang sedari tadi bersembunyi dalam kegelapan hanya bisa menyaksikan kakak perempuannya itu beraksi. Dia keluar dari tempatnya dengan menyeret kantong plastik hitam itu. Myungsoo dan Minjin bergerak cepat melucuti seragam pelayan itu, tak berapa lama Myungsoo sudah mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan. Sedangkan sang  yang malang itu diikat dan dimasukkan kedalam kantong plastik hitam yang sama. Myungsoo berjalan keluar untuk mengambil troli yang ada didekat pintu masuk, dia membawanya kedalam dan memasukkan mahakarya kakaknya kedalam troli tidak lupa sang pelayan juga dimasukkan kedalam troli. Mereka tidak berniat untuk membunuh pelayan itu hanya saja sang pelayan akan dijadikan umpan pembuka untuk mahakarya mereka berdua.

Dengan gerakan cepat Myungsoo masuk kedalam lift dan menekan lantai 2. Rencana awalnya adalah menyembunyikan pelayan ini kedalam tempat laundry di lantai 2 dan dengan setengah hati Myungsoo harus menaiki tangga darurat ke lantai 7. Jika saja Myungsoo tidak tertarik dengan maharkarya yang sejak tadi dia bayangkan mungkin sekarang mayat lelaki sialan ini sudah teronggok manis dalam tempat sampah.

Untung saja selama ini Myungsoo selalu melatih fisiknya dengan latihan taekwondo atau sekedar pergi ke pusat kebugaran dan hasilnya sekarang dia sedang memanggul mayat seorang lelaki yang tidak dikenal. Dengan cepat Myungsoo menyelinap masuk kedalam kamar Jae Soo, menyamarkan diri sebagai pelayan dan masuk menggunakan kartu apartemen si korban. Setelah menutup pintu dengan cekatan Myungsoo meneliti tiap sudut ruangan, mencari sesuatu untuk menambahkan sentuhan kecil pada mahakaryanya.


Dengan telaten lelaki berbadan tegap itu menyusun potongan tubuh Jae Soo membentuk sebuah kata, menggunakan sedikit darah yang tersisa untuk menyatukan potongan tubuh itu agar dapat terbaca. Kata sakral yang dia ambil dari kehidupan. Kematian. Dengan senyum mengembang Myungsoo memperhatikan mahakaryanya itu. Setelah puas memandangi, Myungsoo berjalan perlahan kembali ke tempat noonanya. Kembali seakan tidak terjadi apapun pada malam itu. Kembali membaur dengan kehidupan warga seperti biasanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Iklan yang Ada di Masyarakat

Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pengenalan k...