Langit kota tokyo tampak
menghitam, awam cumulunimbus pun sudah berkumpul di ibu kota jepang tersebut.
Tinggal menunggu kapan waktu yg pas untuk menurunkan anugerah dari Tuhan ke
bumi. Ai Yamada mempercepat langkahnya saat tetesan air hujan mulai mengenai wajahnya.
Tas sekolah dia gunakan sebagai payung darurat. Gerbang sekolahnya mulai tampak
saat hujan lebat mengguyurnya. Ujung rok dan bajunya sedikit basah, namun dia
masih selamat karena dapat masuk tepat sebelum hujan lebat itu datang.
"Ai-chan... Ohayo"
sapa gadis berkepang dua, dia tersenyum memamerikan deretan gusi berwarna pink
dan gigi putihnya.
"Ohayo,
Sana-chan" Sana Sayuko, teman sepermainan Ai.
Rumah mereka hanya
terhalang satu rumah, maka dari itu mereka selalu bermain bersama. Sana dengan
senyum cerianya selalu bisa membuat Ai ikut tersenyum energi positifnya
benar-benar hebat.
"Bagaimana hujannya,
Ai-chan?" Sana masih saja memamerkan senyum andalannya. Menatap polos Ai
yg sedang membersihkan roknya.
"Hum kau tau kan
kalau aku tidak terlalu suka hujan. Lihat mereka membuat bajuku basah."
Bibir mungil Ai mengerucut tanda tak suka.
"OHAYO"
Teriak 2 anak lelaki yang diikuti seorang gadis kecil lainnya.
"Ohayo, Shinohara
bersaudara... ohayo, Ishida-cci" Balas Ai dan Sana berbarengan.
Kyoya Shinohara dan Akashi
Shinohara adalah anak kembar identik. Jika dilihat dari dekat mereka sulit
debedakan, namun jika diperhatikan lebih cermat lagi maka akan terlihat
perbedaannya. Kyoya memiliki mata beriris coklat muda dan hidung mancung,
rambutnya sengaja dibiarkan panjang tapi tidak cukup panjang sampai guru BK
memotongnya. Sedangkan Akashi beriris hijau tua dan matanya lebar, rambutnya
selalu berdiri keatas. Sedangkan gadis kecil yg mengikuti mereka dari belakang
adalah Ishida Yuuko, sepupu Kyoya dan Akashi yang beda usianya hanya 1 tahun.
Ishida duduk di kelas 4 sd, sedangkan mereka berempat duduk di kelas 5.
Bel tanda masuk mulai
terdengar dan anak-anak berlomba dengan cepat mengganti sepatu mereka dengan
uwabaki yang tersedia di loker mereka. Derap langkah kaki kecil mereka menggema
di seluruh koridor sekolah. Banyak anak yang terlambat lantaran hujan semakin
bersemangat untuk turun dan menyapa setiap makhluk di bumi.
Ai dengan cepat duduk di
deretan bangku nomor 10, meletakkan tasnya dan sedikit merapikan rambut
panjangnya. Ai Yamada dijuluki Queen of Yoshaki. Dianugerahi wajah yang manis
dengan sepasang mata lebar beriris abu-abu, bibir tipis dan hidung mancungnya.
Bahkan saat udara dingin, pipi Ai bersemu merah menambah daya tariknya. Ayahnya
bukan orang asli Jepang, maka dari itu dia memiliki warna mata abu-abu yg
cantik. Ibunya yg dulu seorang model menurunkan gen kecantikannya pada Ai,
sedangkan kepintarannya menurun dari sang ayah yg seorang dokter.
Hujan pagi ini membuat kesan
seram di SD Yoshaki, memang banyak rumor yg mengatakan jika sekolah itu sangat
angker. Padahal SD Yoshaki sangatlah indah, dibelakang gedung sekolah ada bukit
yg lumayan indah. Lembahnya bertaburan bunga matahari. Alasan mengapa sekolah
tersebut terlihat angker mungkin karena bangunan sekolah yg sudah tua. Memang
SD Yoshaki adalah salah satu sekolah tertua di Tokyo. Jadi sudah bisa di
pastikan jika SD Yoshaki pasti memiliki cerita seram di baliknya. Mulai dari yg
masih bisa di akal hingga tidak dapat di pikir dengan akal sehat.
Kouzumi sensei masuk kedalam kelas beberapa saat
setelah bel berbunyi. Dia tampak tergesa-gesa bahkan tidak menmbalas sapaan
dari semua muridnya. Beberapa siswa mulai menatap heran Sensei kesayangan
mereka. Si ketua kelas berinisiatif menanyakan apa yang membuat beliau tanpak
gelisah.
“Daijobu, sensei?” ujar Akemi ramah
“Ah daijobu, Akemi-kun. Uhm sepertinya sensei harus
mengatakan ini...” dengan wajah muram Kouzumi menyampaikan kabar duka ini
“telah terjadi sebuah kecelakaan di dekat sekolah kita dan yang menjadi korban
adalah salah satu murid Yoshaki...” Belum sempat sang guru menyampaikan kabar
duka ini, para murid sudah mulai ribut membicarakan siapa yang mungkin menjadi
korban kecelakaan itu.
“Semuanya” Dengan sedikit berteriak Kouzumi sensei
mencoba menenangkan muridnya.
Seketika itu juga mereka semua diam, kembali
memusatkan perhatian pada guru cantik itu. Kouzumi Shinohara menghela nafas
berat seakan rongga dadanya terhimpit beban yang sangat berat, mata sipitnya
memandangi setiap muridnya. Mencoba menguatkan hati dan menenangkan muridnya.
“Anak yang sekarang telah tiada itu adalah ....”
Lagi lagi belum sempat dia mengatakan siapa korbannya pintu kelas terbuka
memperlihatkan wajah panik Midori sensei. Nafasnya terengah-engah dan keringat
dingin membasahi kening guru muda itu.
“Kouzumi sensei. Mari keruang kesehatan barusan ada
murid yang jatuh dari lantai dua,” Dengan sekali tarikan nafas Midori
mengatakan kabar duka lagi.
Sontak saja semua yang berada di dalam ruang kelas
itu terdiam. Bahkan Kouzumi sensei hampir saja pingsan jika dia tidak
cepat-cepat berpegangan pada meja guru. Wajah cantiknya semakin pucat setelah
mendengar kabar tersebut. Dia mencoba menetralkan pikirannya dan berusaha
tenang, sebagai wali kelas 5-2 sudah tugas seorang guru untuk membuat muridnya
tenang dalam keadaan genting sekalipun. Dengan sedikit berteriak Kouzumi
mencoba menenangkan anak-anaknya.
“Minasan! Sensei tau kalian kaget dengan semua ini
tapi harap tetap tenang dan berada di dalam kelas sampai waktu aman. Akemi, kau
bantu sensei untuk mengawasi teman-temanmu dan jangan biarkan mereka keluar
kelas sendirian.”
“Eh eum baik, sensei.”
“Sensei akan keruang kesetahan sekarang. Semuanya,
mohon jangan ribut dan tetap tenang.”
Setelah Kouzumi dan Midori sensei menghilang dibaik
pintu. Anak-anak mulai bergerombol dan berbisik tentang 2 kejadian hari ini.
Padahal biasanya tidak ada kejadian mengerikan dalam sehari, meskipun sekolah
mereka sering menjadi latar cerita seram. Tanpa mereka sadari ada seseorang
yang sedang menyeringai kecil setelah tau bahwa korbannya telah meninggal. Disaat
anak lain mulai cemas, dia tetap tenang dan memikirkan rencana lainnya.
Bersenang-senang dengan nyawa tentunya.
-oo-
Seminggu setelah kejadian itu para murid SD Yoshida
mulai beraktifitas seperti biasa. Memang masih ada beberapa murid yang terlihat
cemas atau takut untuk bersekolah. Namun teman-teman mereka pasti akan mencoba
menghibur dan menenangkan rasa takut yang dialami.
Sore itu, Ai yang nampak sedang menunggu temannya
berjongkok di depan pagar rumahnya. Tidak berapa lama orang yang di tunggu
datang dengan sepeda birunya, sama seperti biasa rambutnya di kepang dua.
Memang jika anak kecil dengan rambut dikepang dua katanya dapat mendatangkan
keberuntungan dan itulah yang dipercayai Sana. Gadis kecil itu selalu mengepang
rambutnya sendiri, bahkan sekarang dia sudah bisa melakukannya sendiri, jarang
sekali Sana mau menggerai rambut panjangnya. Padahal dia tetap terlihat imut
dengan rambut tergerai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar